Viktor Frankle, seorang filsuf dan pengarang Man’s Search for Meaning, bersama keluarganya mengalami teror Pembantaian Nazi. Ayahnya meninggal karena kelaparan di Kamp Terracia; ibunya dimasukkan ke kamar gas di Auschwitz.
Kebijaksanaan Allah tersedia bagi yang memintanya – kita hanya harus mau menerimanya. |
Tidak berapa lama sebelum Viktor dikirim ke Auschwitz, ia mendapat visa dari Amerika Serikat. Orang tuanya gembira melihat anak lelaki mereka lolos dari ancaman kematian dan dapat melanjutkan karier dalam Ilmu Filsafat dan Terapi Psikologis.
Tetapi Viktor bergumul dengan pertanyaan yang menyusahkan: Haruskah ia meninggalkan orang tuanya di Austria yang dikontrol oleh Gestapo? Di manakah tanggung jawabnya? Viktor masuk ke Katedral Santo Yosef untuk mendengar alunan orgen dan berpikir. Tidak dapat memperoleh suatu jawaban, ia berkata pada dirinya sendiri, “Viktor engkau memerlukan petunjuk dari sorga.”
Ketika ia tiba di rumah, ayahnya memperlihatkan sekeping pecahan lempeng marmer yang ia temui dari puing-puing sinagoge yang hancur dibom. “Saya bawa ini ke rumah karena pecahan keping ini adalah kudus,” kata ayahnya.
Keping itu adalah bagian dari dua loh batu di mana terukir Sepuluh Perintah Allah. Suatu pandangan yang dekat mengungkapkan ada satu huruf Ibrani, mengindikasikan perintah Allah yang direpresentasikan oleh kepingan itu: hormatilah ayah dan ibumu. Viktor Frankle memutuskan tetap tinggal di Austria, bertahan di Auschwitz, dan sejak itu ia memberi inspirasi pada jutaan orang melalui buku-bukunya dan kearifannya.
Hal yang perlu dicamkan:
Memohon petunjuk kepada Allah melibatkan satu isu yang sangat menantang, kita harus mau menerima nasihat-Nya. Allah siap sedia untuk menjawab dengan jelas permintaan untuk kebijakan bagi kita. Persoalannya terletak pada kita. Apakah kita benar-benar ingin mengetahui apa yang Allah pikirkan? FBL/