“Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah”. [2 Korintus 1 : 5].
“Jadi engkau adalah si wanita kecil yang menulis buku yang menyebabkan perang besar ini”! Kata-kata ini diucapkan Presiden Abraham Lincoln ketika ia diperkenalkan kepada Harriet Beecher Stowe, si penulis buku Uncle Tom’s Cabin di tahun 1862. Presiden Lincoln mengetahui betapa buku itu sangat berpengaruh dan telah menggoyangkan dasar-dasar kehidupan orang Amerika.
Nyonya Stowe tidak mempersiapkan diri untuk menerima kemasyhuran atas bukunya. Sungguh pun ayahnya adalah seorang evangelis terkenal dan penganjur anti alkohol, dan salah seorang kakaknya adalah seorang pengkhotbah besar, tetapi tidak semua dalam keluarga Harriet adalah orang baik-baik. Dua saudara laki-laki-nya bunuh diri. Saudara perempuannya menolak Kristus. Seorang kakak laki-lakinya yang lain diadili karena percaya teori evolusi. Kehidupan anak-anak Harriet berlangsung tidak lebih baik. Tiga dari enam anaknya meninggal secara tragis.
Dari realitas penderitaan ini mengalir fiksi Uncle Tom’s Cabin”. Buku itu telah menyadarkan para pembaca di saat-saat banyak orang telah menjadi apatis terhadap perbudakan dan menolak untuk melihat kekejaman yang menyertai.
Di manakah Harriet Beecher Stow mendapatkan kekuatan menulis novelnya? Ketika ditanyakan pertanyaan tersebut, Harriet dengan cepat menjawab. “Tuhan yang melakukannya”. Tuhan telah menggunakan kepedihan hati dan kehancuran hidupnya untuk menyanggupkan Harriet berempati dengan orang-orang Amerika – Afrika [negro] yang keluarga mereka juga hancur oleh tragedi dan kehilangan yang dicintai.
Hal yang perlu dicamkan
Alkitab Perjanjian Baru mengatakan bahwa Yesus Kristus bertahan terhadap penderitaan yang sama dengan yang kita alami, dan bahwa Ia ikut ambil bagian dalam penderitaan itu. Sungguh pun Dia tidak perlu menanggulangi kesukaran-kesukaran karena perbuatan kita yang salah, Ia tetap mengerti akan emosi yang timbul karena kesukaran-kesukaran itu. Ia terharu mendengar doa yang kita naikkan dengan air mata. Namun ada kekuatan besar dalam keharuan-Nya karena Dia membiarkan itu bekerja pada kita, untuk mendatangkan kebaikan daripada kejahatan dan mengatasi kejahatan dengan kebaikan.
Ketika kita bertindak dalam keharuan, Allah memberikan tujuan lebih besar pada penderitaan kita dan kekuatan lebih besar dalam doa-doa kita. FBL/